Selasa, 10 Mei 2011

The BreakUp

Share it Please
   Hal yang horor dalam hubungan percintaan adalah saat mengetahui ternyata cowok kita adalah seorang homo, kita ternyata dipolipacar sama mereka, dan putus. Aku rasa putus saat pertumpahan darah terjadi jika kita berada dalam medan peperangan, dan survey membuktikan bahwa hubungan pasca putus lebih menegangkan daripada bungee jumping.
   Contoh konkritnya adalah angel,temenku. dia ngeluh ke aku dan cerita kalau mantannya ngamuk-ngamuk nggak jelas. intinya, mantannya nggak terima atas semua yang telah terjadi dan mulai mengungkit-ungkit pengorbanan yang telah dilakukannya selama mereka pacaran.
   "aku bela-belain nginep di stasiun demi ketemu sama kamu. apa kamu pikir itu gampang??" mantannya angel teriak-teriak di telepon.
   waaaah, bang! yang namanya berkorban itu harus ikhlas, kalau belakangan diungkit-ungkit kayak gini sih namanya pamrih. lagian siapa suruh nginep di stasiun?? ngapain juga susah-susah nginep disana?? ngebantuin penjaga stasiun ngejagain bangku-bangku di stasiun supaya nggak ilang ?? atau jangan-jangan abang terobsesi sama penjaga stasiunnya sampai dibela-belain nginep disana supaya bisa ngecengin dia. kalau bener begitu maka selamat aku ucapin buat abang, karena dengan ini abang telah sukses berikrar sebagai homo.
    begitu pula yang menimpa mega, temen SMAku. dia syok, histeris, dan nggak terima diputusin sama cowoknya, Arie. tapi bukannya minta penjelasan kepada Arie, dia malah menyibukkan diri dengan nangis, nangis, dan nangis.
    Bener-bener perbuatan nggak penting. Apalagi yang ditangisin itu seorang Arie yang katanya minus. kalau datang ke sekolah selalu telat, sering kena strap guru gara-gara nggak ngerjain pe-er, udah gitu bego pula. Masak setiap terima rapor selalu dia yang jadi juru kunci.
    Tapi cinta itu sanggup bikin orang normal jadi penyandang cacat. Contohnya ya  Mega itu, nggak hanya udah dibutakan sama cinta tapi udah mati otaknya. jadi nggak bisa ngebedain mana yang plus plus dan mana yang minus.
    "aku kira cintanya Arieyang cuma buat Megayang seorang. Tapi ternyata boong. Arieyang boong. Arieyang jahat. hwaaaaaaa....."
    cewek itu nangis histeris.
    "udah, udah, sabar aja. Siapa tau Arie cuma kebawa suasana aja," Aku berusaha membesarkan hatinya.
    Mega bangun dari tidur-tidurannya, rambutnya kusut, mukanya basah kena air mata campur ingus, dan kelopak matanya bengkak kayak kena hajar preman.
   "Nggak mungkin, lun. Arieyang ngomongnya yakin banget. Dia bilang..... dia bilang...," Mega cegukan, "mulai sekarang kita putussss! huaaaaa....." Dia mulai jerit-jerit lagi dan menarik-narik sprei kasurnya yang amburadul gara-gara dari tadi diuyel-uyel terus.
    "Iya, iya, iya. Arie memang mutusin kamu. Tapi nggak harus, kan, kamu bermelodramatis kayak gini. Lagi pula, apa sih kelebihan Arie? cepet atau lambat pasti kamu bakalan dapat cowok yang lebih baik dari Arie," aku coba nguatin hatinya.
     Bukannya seneng, mega tambah kenceng nangisnya. "nggak ada cowok yang lebih baik dari Arieyang. Karena cinta Megayang cuma buat Arieyang seorang. Megayang nggak mau diputusin. Arieyang nggak boleh mutusin Megayang."
     "Ya udah, kalau gitu kamu temuin Arie dan minta penjelasan dari dia. Tanya kenapa dia mutusin kamu? Bilang sama dia kalau cinta Arieyang seharusnya cuma buat Megayang seorang. Daripada kamu nangis-nangis nggak guna kayak gini," ucapku.
     Lagi-lagi saranku salah karena Mega langsung jerit-jerit. " Aku nggak sanggup ketemu Arieyang. Aku nggak siap. Aku bisa mati mendadak," ujarnya.
     Untung aja aku ini punya hati seluas samudera karena kalau nggak udah aku gantung si Megayang cengeng itu di pohon toge. Biar dimakan belalang sekalian!
     "Aku bingung deh sama kamu, Ga. Kamu itu maunya apa? Disuruh ngelupain nggak mau. dibilangin kalau arie itu minus nggak terima. Disaranin konfirmasi langsung dia malah histeris. terus, sekarang, kamu mau ngapain?" Aku gemes.
     Tangis Mega mulai mereda. Cewek itu masih terisak-isak, mukanya cemberut, dan tangannya sibuk muntir-muntir ujung bantal.
     "Namanya juga patah hati," Dia berkilah.
     "Patah hati sih, patah hati, tapi jangan cengeng kayak gini. malu dong sama seragam. Pakaiannya aja seragam SMA tapi cengengnya ngalahin anak TK."
     "Kamu lupa? emang siapa, ya, yang dulu nangis-nangis di dekat jembatan. yang bilang lebih baik nyemplung ke sungai daripada harus ngerasain patah hati?! Siapa juga, ya, yang dulu sempet masuk rumah sakit gara-gara tipesnya kambuh karena mogok makan akibat diputusin?! balas Mega.
     Aku langsung diem, mukaku memerah dan menunduk malu.
     "Udah inget sekarang?" tanya Mega." atau perlu diambilin kaca biar bisa ngeliat siapa orangnya?" "Aaaaah, kok jadi ngebahas itu sih?! inikan patah hati kamu. kok sekarang aku dibawa-bawa?! aku kesel.
      "Harusnya dengan itu kamu jadi sadar kalau putus itu sakit banget. Sampe-sampe lebih baik loncat dari jembatan daripada ngerasain sakitnya. jadi, toleransi dong sama aku," ucap Mega. Aku mulai kehilangan respek sama masalahnya Mega. "Ya udah, sekarang, kamu mau apa? Nangis lagi? Atau loncat dari jembatan?" lalu aku tertawa. "Tapi sori aja, aku nggak ikutan."




  ***** 


Putus itu sakit. saking sakitnya sampai-sampai aku lebih memilih untuk loncat dari jembatan daripada ngerasain sakitnya. Putus itu pahit. Sehingga aku lebih memilih mogok makan karena lidah terasa pahit.


     Cowok yang berhasil buat aku sakit dan pahit itu adalah kakak kelasku semasa SMA. Awalnya aku benci setengah mati sama dia karena dia selalu ngejailin aku. Dia memang sableng, usil, dan sedikit miring. nggak ada cowok yang masuk ke dalam kelas orang lain saat pelajaran sedang berlangsung dan mengintrupsi guru yang tengah mengajar  di kelas itu.


     "Bu, maaf, saya memotong sebentar. Tapi ini nggak akan lama."


     Belum  selesai keterkejutan anak-anak sekelas dia langsung berjalan ke mejaku, tersenyum, mengeluarkan setangkai mawar plastik berwarna biru.


     "Ini buat kamu," katanya dengan gaya super pede.Nggak usah ditanyain lagi reaksi anak-anak sekelas. Mereka langsung kompak bilang "huuuuuu.... "Apalagi reaksi aku, mukaku langsung panas, menunduk malu, dan kalau aja ada celurit nganggur bakalan aku tebasin ke lehernya.


     "Akuu kasih mawar plastik berwarna biru biar nggak bisa layu dan sebiru hatiku," katanya lagi yang otomatis mengundang gelak tawa anak sekelas.


     Kini, pelajaran fisika yang semula menegangkan , berubah jadi ajang komedi putar. nggak hanya teman-teman sekelas ketawa, guru fisikaku bukannya marah-marah karena pelajarannya sudah di interupsi malah ikutan ketawa.
    Kejadian itu  semakin menambah rasa benciku terhadap Gilang, nama cowok sableng itu. Dari dulu, dari pertama kali MOS, dia selalu ngejahilin aku. nyuruh joget-joget ala inul waktu minta tanda tangannya lah, nyuruh nyanyi bintang kecil tapi seluruh huruf vokalnya diganti U semua lah. Nyuruh pemanasan di lapangan upacara karena menurutnya aku telah melakukan kesalahan yang sama sekali nggak aku tau. Dan dia memanfaatkan kesempatan dengan berdiri di samping aku sambil pegangin payung. Alasannya biar aku nggak kepanasan. Aaah, padahal itu cuma akal-akalan dia supaya berdiri berdua di bawah payung merah jambu.


     Namun, beda benci dengan cinta itu tipis banget. Atau mungkin aku salah mengartikan kebencianku selama ini. Tapi benci yang benar-benar cinta.


****






   Berbeda dengan cinta ala komedi putar, cinta dewasa terjadi bukan karena setangkai mawar plastik berwarna biru. Namun karena ada sesuatu yang harus disatukan. Sesuatu yang harus dimiliki satu sama lain. bukan karena gaya-gayanya, atau karena sirik melihat teman yang sudah punya pacar. Tapi cinta itu benar-benar harus menjadi satu untuk saling memenuhi kekurangan satu dengan yang lain.


   Cinta awalnya terasa indah, sempurna dan membahagiakan. Semua telpon-telpon itu, semua testi-testi itu, semua tatapan mata itu, semua kenangan yang selalu disambut dengan senyuman, kini menguap begitu saja. Terasa hampa, kosong, dan tak bermakna.


Pertanyaan retoris :  


Apakah masih ada cinta di antara kita??


Cinta yang dulu sanggup bikin pulsa sekarat gara-gara semalaman telpon-telponan melulu, cinta yang dulu sanggup bikin jari pegel gara-gara keseringan sms.  Cinta itu telah mati. Mati karena lelah. Lelah untuk terus-terusan mengalah, lelah untuk terus-terusan bersabar, lelah karena selalu menunggu inisiatif, lelah karena menunggu adanya perubahan , dan lelah karena dia di sana terus-terusan meminta waktu. waktu yang pada awalnya bisa didapat dengan mudah.
Karena dia telah pergi. Pergi tanpa berusaha menumbuhkan kembali cinta yang telah MATI



****
      

     



    




Tidak ada komentar:

Posting Komentar